GADIS DESA MENGEJAR MIMPI
25 Oktober 2020
Gadis desa yang lugu sebut saja Wati, mengejar mimpinya ingin kuliah di kota besar, kalau tidak salah Jakarta Selatan (makhlum walau sudah sampai sana tetap lupa alamat lengkapnya, catatannya sudah hilang). Kejadian itu sudah bertahun-tahun yang lalu dan memang hanya sekali itu ke sana.
Wati lulus dari SMEA (SMK sekarang) jurusan akuntansi. Dia siswa berprestasi, selalu mendapat peringkat satu atau dua paralel tiap pembagian rapor di sekolahnya. Sampai akhirnya lulus dari SMEA walikelas dan guru bimbingannya menjadikannya kandidat untuk melanjutkan sekolah STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Waktu itu adanya hanya terpusat di Jakarta sekitar tahun 1992.
Berbekal tekat dan bimbingan dari guru-gurunya berusaha mengumpulkan semangat untuk terus maju mempersiapkan cita-citanya yang pingin kuliah di kota besar dan kebimbang dengan embel-embel ikatan dinas kala itu. Hari demi hari tekun mempersiapka bekal ke medan tempur bersaing dengan anak Indonesia yang lainnya.
Tibalah waktunya, Wati diberi secarik kertas oleh gurunya, bertuliskan alamat lengkap kota yang ditujunya. Gurunya bilang, bahwa di sana nanti tinggal di asrama kakak-kakak yang sudah kuliah di STAN khusus asrama anak Madiun. (kota asal Wati). Bapak dan ibu guru Wati memberikan semangat, melangkahlah, jangan takut, yang jelas ikuti jalur yang di tuliskan di secarik kertas tadi, naik dan turunnya kendaraan secara berurutan. Nanti di terminal terakhir akan ada yang menjemputnya. Wati berangkat dengan bekal keyakinan dan restu dari kedua orang tuanya.
Berbekal semangat, dengan perjalanan panjang naik Bus entah diapun lupa berapa kali oper kendaraan, yang jelas secarik kertas adalah jimat untuk sampai dari Madiun ke kota tujuan yaitu Jakarta.Wati pun sampai di keesokan harinya dan bener, di terminal yang terakhir sudah dijemput oleh kakak yang sudah kuliah disana (sebut saja ikatan pelajar Madiun yang ada di STAN).
Seminggu di Jakarta, sampai pada waktu jadwal ujian tes masuk STAN, karena sudah berusaha menyesuaikan keadaan, Wati menuju tempat tes sendirian, (sebelumnya sudah pernah diajak survei tempatnya oleh kakak-kakak). Kebetulan tempat tes Wati ada di gedung bertingkat, sebelumnya belum pernah naik lift sampai tingkat 10, bener-bener pengalaman yang pertama, makhlum Madiun kala itu adanya escalator.
Semua dijalaninya dengan semangat, tibalah waktunya serangkaian ujian berlalu, tentunya pengumuman jaraknya masih lama, dan memutuskan untuk pulang. Sama dengan berangkat, si kakak memberikan selembar kertas yang isinya rute naik angkutan sampai akhirnya nanti turun di stasiun pasar senin (itupun juga tidak tahu sekarang gimana keadaannya). Tetapi ada pengalaman yang membuat Wati masih tersimpan di hatinya. Kala itu naik bus Kopaja, dengan membawa koper dan tas punggungnya mesuk ke bus Kopaja, sesuai dengan tulisan di kertas Wati turun dari Kopaja, tak disangka-sangka karena tubuhnya kecil kedorong keluar oleh penumpang yang lain sebelum koper yang dibawanya ikut diturunkannya.
Aduh...pikirannya berkecamuk...akankan koper tadi ketemu...padahal disana ada ijasah asli..yang dibawanya....Stasiun pasar senin tampak di depan mata. Tapi pikirannya masih di koper tadi. Wati sudah menghubungi polisi lalu lintas waktu turun dari Kopaja, menerangkan kejadiannya. Juga menghubungi kakak-kakak yang ada di asrama STAN. Kakak-kakak menganjurkan Wati terus saja naik Kereta, kakak-kakak berusaha mencari koper yang tertinggal tadi, untungnya Wati sigap sewaktu turun langsung memperhatikan nomor kendaraan yang ada di bagian belakang Kopaja.
Sambil menunggu di rumah, pengumuman dari STAN, Watipun menunggu kopernya yang ketinggalan di Kopaja tadi. Walaupun akhirnya STAN bukan jodohnya Wati untuk kuliah, kopernya yang masih jodoh. SEKIANπππ
#30hariAISEIbercerita
#AISEIWritingChallange
#WarisanAISEI
#pendidikbercerita
#Day19AISEIWritingChallange
#ByHand
Sapa suru datang Jakarta, sapa suru datang Jakarta...ππππππππβπ
BalasHapus